Aktivis HMI Cabang Manakarra Angkat Bicara Soal Pembahasan Ranperda Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Sulawesi Barat di DPRD Sulbar

117

Mamuju, Mandarpos.com – Seorang Aktivis Kembali memberikan reaksi keras penolakan terhadap pembahasan Ranperda tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Sulawesi barat

Penolakan kali ini datang dari salah seorang Aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang manakarra yang juga selaku warga lokal kecamatan Tapalang Barat, kabupaten Mamuju, sebut saja Ahyar saat ditemui media ini. Senin (11/03/24)

Ahyar meminta kepada lembaga DPRD Provinsi Sulawesi Barat untuk menghentikan sementara pembahasan Ranperda tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) provinsi Sulawesi Barat karena dinilai tidak melibatkan semua elemen seperti pemuda juga para pemerhati lingkungan hidup dalam pembahasan Ranperda tersebut

“Kami menduga dalam pembahasan Ranperda tentang RTRW yang kini bahas di Kantor Dewan Perwakilan Rakyat ( DPRD ) Provinsi sulawesi barat berpihak kepada korporat asing yang ada di Sulawesi Barat ini, dalam perbahasan tersebut ada beberapa perubahan atau revisi yang tadinya zona perikanan tangkap kini di ubah menjadi zona industri sehingga korporat bisa membangun terminal khusus untuk pelaku usaha tambang.

“dan saya sebagai warga pribumi juga menolak adanya terminal khusus di Tapalang Barat sebab akan menjadi gangguan bagi nelayan masyarakat lokal, yang akan mempengaruhi hasil tangkapan kami” ucapnya

Perlu kita ketahui bersama jika terminal khusus ada kapal kapal perusahaan akan tidak terbendung, laut kami akan tercemari dengan adanya kapal tersebut olehnya itu kami menolak keras adanya terminal khusus masuk dalam wilayah kami.

Di ketahui ada beberapa terminal khusus yang akan masuk di wilayah kami di antaranya PT. Aneka Bara Lestari yang akan membangun tersus di desa Labuang Rano dan PT. Tambang Batuan Andesit di desa Lebani semua itu ada di kecamatan Tapalang Barat. jelas Ahyar

“Wilayah kami tidak cocok untuk perusahaan tambang masyarakat kami notabenenya adalah petani dan nelayan olehnya itu kami meminta dengan hormat kepada pemerintah Provinsi Sulawesi Barat untuk tidak memberi izin perusahaan untuk masuk dalam waliyah kami (Tapalang Barat) jika hal tersebut tidak di akomodir maka kami sebagai warga pribumi akan menolak dengan cara kami sendiri”.

Selain areal zona tangkap di pantai pesisir desa Lebani yang lebih prihatin lagi titik nol untuk pembangunan tersus di desa Lebani ini itu adalah
tempat berkembangnya burung maleo yang saat ini sudah mulai punah jadi kalau mau di bangun tersus mau di mana mereka akan bertelur

“Bahkan di sekitar rencana pembangunan tersus di Lebani di kecamatan Tapalang Barat ini itu terdapat pemukiman warga dan tanaman mangrove yang akan berdampak terhadap pembangunan tersus ini. Tutup Ahyar. **

TINGGALKAN BALASAN

Silakan masukkan komentar Anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini