Wakil Ketua DPRD Sulbar, Sebut Surat Edaran Larangan Mudik Tak Ada Dalam Hirarki Perundang-undangan

305

Wakil Ketua DPRD Sulbar, Sebut Surat Edaran Larangan Mudik Tak Ada Dalam Hirarki Perundang-undangan

Mamuju, Mandarpos.com – Surat edaran Nomor 13 Tahun 2021, tentang peniadaan mudik hari raya Idul Fitri 1442 H, dan upaya pengendalian penyebaran virus Covid19, selama bulan suci Ramadhan, yang dikeluarkan oleh Satgas penanganan Covid19, terus menerus menuai sorotan, termasuk di lembaga DPRD Provinsi Sulbar.

Menurut Wakil Ketua DPRD Sulbar, Abdul Rahim, secara aturan berdasarkan Undang-undang Nomor 12, tentang sistem atau hirarki perundang – undangan, sebenarnya surat edaran Nomor 13 Tahun 2021, tentang peniadaan mudik hari raya Idul Fitri 1442 H, bisa menimbulkan perdebatan, karena tidak masuk dalam hirarki perundang-undangan.

“Artinya dia (surat edaran Nomor 13 Tahun 2021) itu, tidak punya alat pemaksa, kalau kita bicara soal legal standing,” ucap Rahim. saat menggelar RDP dengan OPD, Polda Korem, Satgas Covid19 dan Dinas Perhubungan, tentang peniadaan mudik lebaran Tahun 2021, di Ruang Rapat sementara Kantor DPRD Sulbar, Selasa, 27/04/21.

Rahim berharap, penerapan surat edaran dari Satgas Covid19 pusat itu, walaupun dibarengi dengan adanya surat dari Kementerian Perhubungan, edaran tersebut mampu membaca konteks lokal di daerah, khususnya di Sulbar.

“Karena intinya, surat edaran ini adalah bagaimana memastikan bahwa tidak terjadi penyebaran virus Covid19,” terangnya.

Mantan anggota DPRD Kabupaten Polman itu, juga mengungkapkan, bahwa pihaknya secara kelembagaan sangat memahami dan mengerti semangat dari dikeluarkan surat edaran Nomor 13 Tahun 2021 tersebut.

“Tetapi kelihatannya, alas berfikirnya itu lebih kepada surat edaran ini dibuat atas dasar kecemasan yang berlebihan, karena mungkin mengukur berdasarkan daerah yang masih zona merah,” ungkapnya.

Ia pun berharap, surat edaran nantinya yang dibuat oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat (Pemprov Sulbar) sebagai tindak lanjut atas surat dari tim Satgas Covid19 pusat itu, nantinya mengacu pada kondisi perkembangan virus Corona di Bumi Tanah Malaqbi, dimana Sulbar saat ini mengalami trend penurunan angka yang cukup signifikan dari segi positif terpapar Covid19.

“Artinya, kalau kita lihat dalam klausul surat edaran ini, sebetulnya ada ruang bagi kita pemerintah Provinsi, untuk membuat suatu poin yang membuat kita tidak secara absolut, melabrak subtansi aturan,” jelas Politisi Partai NasDem itu.

Sementara itu, Anggota DPRD Sulbar, Rayu, mengungkapkan bahwa dengan adanya surat edaran Nomor 13 Tahun 2021 itu, selain akan memicu munculnya persoalan di masyarakat, juga akan berimbas pada seluruh jajaran anggota DPRD Sulbar.

“Karena, disaat – saat mau lebaran ini teman – teman di DPR juga akan turun melihat kondisi masyarakat. Yang kedua, sebagaimana yang biasa kita laksanakan saat mau lebaran, itu kita turun ke konstituen kita untuk membawa sembako. Ini juga menjadikan suatu halangan buat kita, kalau ini terjadi pembatasan – pembatasan,” ungkap Rayu.

Politisi PDIP itu menilai, kondisi Sulbar terkait peningkatan jumlah pasien Covid19 sejak dua hingga Tiga bulan terakhir ini cukup aman – aman saja, karena mengalami penurunan angka yang signifikan.

“Baik di Enam Kabupaten se Sulbar ini, tidak ada yang jadi persoalan terkait persoalan Covid19, sehingga menurut kami aturan – aturan ini boleh lah diperlonggar, sehingga kita tidak terlalu kaku terdapat persoalan ini,” sebutnya.

Yang menjadi problem saat ini dengan adanya surat edaran Nomor 13 Tahun 2021 itu, kata Rayu, adalah Kabupaten Pasangkayu, karena secara teritorial, wilayah berada di perbatasan Provinsi Sulawesi Tengah, Kabupaten Donggala.

“Hampir 95 persen sampai 99 persen, persoalan perekonomian itu bergantung dari Palu. Ini orang di Pasangkayu. Nah sekarang, kalau kita tutup itu akan menjadi problem besar,” katanya.

Ia juga membeberkan, bahwa secara umum masyarakat di Kabupaten Pasangkayu, untuk mondar-mandir setiap hari ke Palu, itu tidak ada masalah.

“Bahkan terdapat warganya Pasangkayu yang berkantor di Donggala, begitu juga sebaliknya, ada orang Donggala berkantor di Pasangkayu, jadi kalau masalah lintas batas di wilayah Kabupaten Pasangkayu, itu sudah dianggap biasa,” bebernya.

Terkait surat edaran Nomor 13 Tahun 2021 yang dinilai tidak masuk dalam hirarki perundang-undangan, di tempat yang sama, Kadishub Provinsi Sulawesi Barat, Maddareski, mengaku proses tindak lanjut ata surat edaran dari Tim Satgas Pusat itu, masih dalam bentuk konsideran.

“Nanti kita menunggu, hasil rekomendasi atau bagaimana, yang kemudian kita akan komunikasikan dengan Pak Gubernur, termasuk hasil rapat ini hari, yang direkomendasikan ke Pak Gubernur, utamanya yang terkait dengan pembatasan istilah pulang kampung atau mudik ini kan,” jelas Maddareski.

Selanjutnya, Maddaraski, menerangkan bahwa secara tehknis setelah surat edaran nantinya dikeluarkan oleh Gubernur, selanjutnya akan diserahkan ke masing-masing Pemerintah Kabupaten (Pemkab), untuk diatur sendiri secara internal.

“Seperti yang disampaikan tadi, perjalanan dari Mamuju ke Pulau Balak-balakang, itu kan internalnya Kabupaten Mamuju, bukan kita provinsi yang mengatur,” terangnya.

Lebih lanjut ia menuturkan, untuk rencana pembatasan secara kewilayahan baik di Lingkup Provinsi Sulbar dan Kabupaten, hingga saat ini pihaknya masih menunggu surat rekomendasi dari Gubernur.

“Pada prinsipnya kan kita berfikir, kita tidak melanggar aturan yang sudah ada, anglomerasi itu kan sudah jelas, batasannya kan cuma di Sulawesi Selatan, tidak ada di Sulawesi Barat,” tutupnya. ***

TINGGALKAN BALASAN

Silakan masukkan komentar Anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini