
Polewali Mandar – Masyarakat di Kabupaten Polewali Mandar (Polman), Sulawesi Barat (Sulbar) memiliki cerita tentang sumur yang dianggap ajaib karena airnya tidak pernah kering. Sumur berbentuk persegi yang dikenal dengan nama Passauang Kaiyyang (sumur besar) juga kerap disebut sebagai sumur jodoh.
Passauang Kaiyyang terletak di Desa Samasundu, Kecamatan Limboro. Berjarak sekira 65 kilometer dari ibu kota Kabupaten Polewali Mandar. Lokasi sumur yang dianggap ajaib ini dapat dijangkau baik menggunakan kendaraan roda dua maupun roda empat.
Salah satu tokoh masyarakat Samasundu, Daaming (73) memperkirakan sumur tua ini telah ada sejak abad ke-15. Dirinya menyebut, mata air pada sumur ini, pertama kali ditemukan seorang bangsawan bernama Puang di Pangale yang kala itu hendak mencari lahan baru untuk dijadikan areal perkampungan.
“Asal mulanya, datang Puang di Pangale singgah di atas puncak gunung, dia kemudian duduk di batu lalu melihat ke segala penjuru, setelah melihat-lihat, dia mengatakan, bahwa lokasi yang ditempatnya cocok untuk dijadikan perkampungan,” kata Daming kepada wartawan, Sabtu (17/9/2022).
“Puang di Pangale memerintahkan anggotanya untuk mengikuti anjing yang tampak memberi isyarat, sehingga ditemukan air keluar dari akar pohon,” tuturnya.
Sumur tua ini tepat berada di bawah pohon beringin raksasa. Warga setempat meyakini pohon tersebut juga telah berusia ratusan tahun.
Areal sumur tua ini berukuran sekitar 10 x 6 meter yang sekelilingnya telah diberi tembok. Air dalam sumur sangat jernih sehingga batuan yang berada di dasar terlihat jelas.
Sumur tua ini memiliki kedalaman sekitar empat meter, terdiri dari tiga bagian dengan posisi berjejer. Sumur bagian pertama dan ketiga berukuran sekira 3 x 4 meter, sedangkan sumur yang posisinya berada di tengah berukuran sekitar 1,5 x 2 meter.
Sumur bagian pertama dan ketiga biasanya dimanfaatkan warga untuk mandi hingga mencuci sedangkan sumur bagian kedua dipakai untuk kebutuhan air minum. Itu sebabnya, ada puluhan pipa paralon yang ditancapkan ke dasar sumur agar airnya dapat dialirkan ke rumah warga sekitar dengan bantuan mesin air.
Menurut Daaming air dalam sumur tua ini tidak pernah kering meski pada musim kemarau. Bahkan keberadaan sumur tua ini kerap dimanfaatkan banyak warga dari beberapa desa.
“Airnya tidak pernah habis, tidak pernah kering, paling hanya berkurang saja, tapi tidak pernah habis,” ungkapnya.
“Ini sumur biasa itu kalau musim kemarau, warga dari berbagai desa datang ke sini untuk ambil airnya,” sambungnya.
Meski begitu, Daaming mengatakan jika air dalam sumur tua ini tidak boleh dialirkan ke desa lain menggunakan saluran air ataupun pipa.
“Menurut ceritanya, tidak boleh diambil airnya kalau dialirkan ke perkampungan melalui saluran atau pipa, tapi kalau datang langsung ke sini bawa mobil atau tempat tidak apa-apa,” ujarnya.
Daaming mengatakan keyakinan tersebut timbul lantaran permukaan air dalam sumur ini pernah tiba-tiba menurun, ketika hendak dialirkan ke desa lain menggunakan bambu yang telah disiapkan warga.
Terkait sumur tua yang kerap dianggap sebagai sumur jodoh, diakui Daaming jika penamaan itu diberikan oleh sejumlah warga. Sebabnya, dahulu sumur ini menjadi tempat bertemunya muda-mudi dari berbagai desa untuk mengambil air. Beberapa diantaranya disebut-sebut menjalin asmara hingga berlanjut ke pelaminan.
“Itu orang-orang belakangan yang menyebut sumur jodoh. Karena dulu di sini biasanya banyak muda mudi yang ketemu, mungkin beberapa di antaranya berjodoh,” pungkasnya